Ilustrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Foto: Ist

Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH/MEGAPHONE PAPUA -- Beberapa waktu yang lalu kita telah meninggalkan tahun 2014 dan telah memasuki tahun 2015. Kita telah resmi terintegrasi memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community pada 1 Januari 2015.

Itu artinya kita terintegral dalam suatu sistem pasar tunggal, di mana barang dan jasa akan bebas masuk keluar seperti angin yang berhembus ke segala arah untuk menyentuh ruang-ruang geopolitik, geoekonomi, geososial-kultural, serta geopertahanan dan keamanan. 

Apakah generasi muda atau mahasiswa siap menghadapi ini? Apakah mampu merebut peluang pada konstelasi MEA 2015? Ataukah akan tersingkir dan menjadi penonton pada MEA 2015 karena kalah bersaing dengan 9 negara anggota ASEAN lainnya? 

Ishak Bofra, mahasiswa Papua di Yogyakarta mewawancarai salah satu dosen ekonomi di Universitas Janabadra, Agnes Ratih Ari Indrayani, SE., M.Si (email: agnes_5ri@yahoo.com dan Telepon: 08122751055). Berikut petikannya:

Apakah Indonesia sudah siap menghadapi MEA?

Jika ada pertanyaannya Indonesia siap ataukah tidak/belum, maka jawabannya adalah: arena sudah digelar, permainan akan dimulai. Jadi, ya.. harus siap!

Apakah MEA 2015 adalah peluang?

Ya, benar sekali. Memang bagi Indonesia ada peluang besar pada MEA, di atas segala ancaman atau resiko yang bisa terjadi. Hanya pertanyaannya adalah mampukah Indonesia melihat peluang itu.

Adanya MEA, maka mendorong aliran bebas barang, jasa dan tenaga kerja terlatih (skilled labor) serta aliran investasi yang lebih bebas. Seperti kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara terbesar ASEAN dari segi luas wilayah dan jumlah penduduknya.

Dari aspek jumlah penduduk, maka Indonesia merupakan pasar konsumen terbesar bagi produk barang konsumsi. Bagi konsumen akan menyenangkan karena akan memiliki banyak pilihan.

Tetapi dari sisi upaya penciptaan nilai tambah, akan lebih menguntungkan bagi Indonesia jika  Indonesia yang menguasai pasar luar negeri. Nah, dengan aliran bebas bagi investasi tampaknya hal ini yang lebih bisa dilihat sebagai peluang. Terciptanya kerjasama antar negara ASEAN ini, diharapkan akan meningkatkan daya saing ASEAN, sehingga bisa menyaingi China dan India dalam hal investasi.
Karena dengan terciptanya kerjasama yang lebih intens, akan terjadi pengurangan biaya transaksi perdagangan, dan tentunya fasilitas perdagangan dan bisnis yang dituntut semakin lebih baik.

Jadi, jika Indonesia mampu mengambil manfaat positif dalam kerjasama ini, maka akan terwujud banyak peluang bagi Indonesia. Dengan demikian, kuncinya adalah kemampuan Indonesia dalam memanfaatkan kerjasama ini.

Bagaimana strategi Indonesia?

Salah satu strategi yang bisa dilakukan untuk tidak terlindas dalam arus deras liberalisasi ekonomi ini adalah memperkuat peran pemerintah. Pemerintah harus memiliki power lebih besar daripada pasar. Hal ini antara lain bisa dilakukan dengan penetapan prioritas, termasuk di dalamnya prioritas pada penciptaan ketersediaan yang cukup untuk komoditas pokok bagi masyarakat, misal bahan pangan.

Hal ini perlu dilakukan untuk menekan import yang berarti menghemat devisa, dan tentu sebagai upaya menciptakan kemandirian, yang dalam hal ini melalui kemandirian ekonomi.  

Selain itu, pemerintah juga perlu menetapkan sektor mana yang harus dipertahankan, untuk menciptakan perlindungan yang cukup bagi kepentingan ekonomi nasional.    
                                          
Bagaimana upaya generasi muda dan mahasiswa untuk mampu menjadikan MEA sebagai peluang?

Generasi muda, termasuk mahasiswa merupakan kelompok yang akan segera memasuki pasar kerja. Dihadapkan pada situasi yang semakin kompetitif ini, terlebih lagi dengan adanya MEA, maka sejak dini persiapan harus sudah dilakukan. Kemampuan dalam hal komunikasi internasional yaitu kemampuan berbahasa Inggris semakin menjadi tuntutan dasar.

Selain itu, pemahaman dan penguasaan yang semakin baik tentang teknologi yang berkembang, kemampuan kewirausahaan atau entrepreneurship, kreativitas yang terus dibangun, dan keterampilan kesiapan untuk berkompetisi, dalam hal ini mental, juga tidak kalah penting.

Dan tentunya hal ini harus didukung oleh sistem pendidikan yang baik, yang sesuai dengan realita dan kebutuhan semua unsur pendidikan, yang memperhatikan seluruh proses pembelajaran. Karena sesungguhnya di dalam proses itu ada pembelajaran besar, sehingga efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Ini adalah tugas pemerintah untuk mengolahnya. Dan adanya link and match antara dunia pendidikan dan industri tentu menjadi kebutuhan mendesak.

Bagaimana kesiapan kampus atau perguruan tinggi untuk peningkatan kualitas lulusan?


Semua perguruan tinggi bisa dipastikan telah memiliki orientasi pada peningkatan kualitas dan daya saing lulusan terlebih menghadapi MEA.

Demikian juga Universitas Janabadra. Telah disusun program peningkatan kemampuan bahasa Inggris yang lebih berkesinambungan, pelatihan-pelatihan, kerjasama dengan berbagai pihak yang akan mempermudah pelaksaaan berbagai program untuk berbagai bidang, baik dengan institusi dalam negeri maupun luar negeri dengan berbagai bentuknya.

Sejauh mana optimisme yang ada bahwa lulusan Indonesia mampu merebut pangsa pasar MEA?


Kesiapan Indonesia dari aspek sumber daya manusia memang tampaknya yang paling mengkhawatirkan dibanding aspek yang lain. Tetapi melihat potensi yang dimiliki, kita layak untuk optimis bahwa Indonesia mampu mengejar ketertinggalan kita dengan usaha keras dan kerjasama yang semakin baik antara pemerintah, dunia usaha (swasta), dunia pendidikan dan kemampuan individu.

Banyak hal yang perlu kita siapkan karena dalam konteks domestik banyak hal yang masih menyisahkan pekerjaan rumah baik itu proses sosialisasi tentang MEA yang tidak merata antar daerah barat dan timur, penyebaran kualitas sekolah dan kampus yang secara fasilitas, tenaga pendidik, perpustakaan, laboratorium yang tidak merata, sehingga mengakibatkan terjadi gap SDM antar daerah ini akan menjadi ancaman tersendiri bagi kesiapan generasi muda untuk dapat bersaing dalam konstelasi MEA yang sudah bergulir. Oleh karena itu, generasi muda hari ini harus sudah mulai menyiapkan diri sebagai bekal untuk dapat bersaing dalam arena MEA 2015.

Gali potensi diri sebaik mungkin agar mampu untuk bersaing dengan generasi muda dari 9 negara Anggota ASEAN lainnya. Kita harus optimis bahwa kita juga bisa untuk berbicara banyak dalam MEA bukan menjadi penonton.

Harapannya semoga generasi muda dapat hadir sebagai agen of change untuk inovasi perubahan yang baik bagi daerah dan bangsa ini untuk menuju suatu tataran kehidupan yang lebih baik dan sejahtera dalam percaturan MEA 2015. Saatnya untuk generasi muda berperan aktif untuk melakukan perubahan, karena eksitensi orang muda terletak pada inovasi perubahan yang mampu dilakukan dengan momentum MEA 2015,. Mari kita katakan bahwa kita juga siap menyongsong MEA 2015. (Ishak Bofra/MS)

Share To:

https://m-papua.blogspot.com/?m=1

Post A Comment:

0 comments so far,add yours