Perkembangan harga minyak dunia. (Shutterstock)
Suara.com - Harga minyak dunia saat ini di level terendah mencapai 41 dolar Amerika Serikat perbarrel. Namun dalam perjalanannya, harga minyak dunia mengalami pasang surut.

Di tahun 1970, harga minyak dunia dimulai dengan harga 1 dolar AS perbarrel. Saat itu sumber-sumber minyak melimpah di Timur Tengah. Permintaannya pun sedikit karena belum banyak produksi kendaraan. Sementara tahun 1973, harga minyak dunia naik menjadi 3 dolar AS perbarel. Alasannya karena ada perang Arab Saudi dan Israel.

"Konflik politik dan perang menyebabkan harga minyak dunia naik, karena konflik terjadi di kawasan produsen minyak. Sehingga, instalasi minyak di bom, suplay berkurang, tanki sudah lewat terusan Swez," kata Analis perekonomian dari Universitas Gajah Mada, Tony Prasetiantono di Kantor Bank Permata Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Kenaikan kembali terjadi 5 tahun lalu dikarenakan sebab yang sama, yaitu perang di Timur Tengah. Dua produsen minyak besar berperang, Iran dan Irak. Penaikan tertinggi berlangsung di antara tahun 1981 sampai 1982 karena puncak perang tersebut.

"Tahun 1986 perekonomian dunia membaik, perang mereda, dan permintaan minyak meningkat," lanjut dia.

Di tahun itu, terjadi oil glut atau banyak ditemukan sumur-sumur baru di negara-negara Non-APEC seperti Malaysia, Cina, Rusia, Australia dan Inggris. Membanjiri suplay minyak, dan harganya jatuhh ke 9 dolar AS perbarrel. Saat itu perekonomian Indonesia jatuh. Namun terselamatkan karena ekspor non migas, yaitu garmen dan kayu lapis.

Di tahun 1991, harga minyak merangkak naik sampai 41 dolar AS perbarrel. Lagi-lagi karena perang Irak dan Kuwait.

Di era tahun 2007, harga minyak awalnya stabil di kisaran 60 sampai 70 dolar AS perbarrel. Namun langsung naik menjadi 147 dolar perbarrel di Juli 2007.

"Ini karena spekulasi. Minyak dijadikan komoditas untuk spekulasi. Harga itu tidak masuk akal terlebih biasanya di musim summer deman minyak turun. Tapi ini naik. Diduga karena ada yang mainkan harga," kata Tony.

Saat harga minyak naik, inflasi Amerika Serikat tinggi. Sehingga mereka menaikan suku bunga Fed Found Rate (FFR) sampai 6,5 persen. Saat itu perkreditan tumbang. Industri otomotif dan mortgage turun. Tahun 2009 penjualan mobil di AS jatun sampai 9 juta unit pertahun. Biasaya rata-rata penjualan mobil mencapai 17 juta unit.

Setelah kondisi ekonomi Amerika berlahan membaik, Fed menurunkan suku bunga perlahan sebesar 0,25 poin. Saat ini suku bunga Fed hanya 0,25. "Ini bertahan sampai akhir ini. Padahal normalnya 2 persen," kata Tony.

Namun penurunan suku bunga Fed belum berhasil memperbaiki perekonomian AS. Akhirnya Amerika melakukan quantitative easing atau pencetakan uang.

Quantitative easing ini dilakukan dalam 3 tahap. Tahun 2009 sebesar 1,6 triliun dolar, 2011 1,6 triliun dolar, dan 2013 80 miliar dolar. AS membeli aset-aset pemerintah yang berbarga. Taitu T-bons (obligasi pemerintah jangka panjang) dan T-bills (obligasi pemerintah jangka pendek).

"Quantitative easing ini biasanya mempengaruhi inflasi, tapi itu tidak berpengaruh di AS saat itu. Kenapa? Karena dolar yang beredar ada di seluruuh dunia, bukan cuma di Amerika," kata Tony.

Memasuki tahun 2014, harga minyak terus turun. Catatan Tony, Juni 2014 115 dolar AS perbarrel, Oktober 2014 80 dolar perbarrel, Desember 2014 66 dolar perbarel, April 2015 55 dolar perbarrel, dan saat ini harga minyak dunia bertahan di kisaran 41 dolar perbarel.

Jatuhnya harga minyak dunia disebabkan ditemukannya energi baru non-konvensional shale oil di Amerika Serikat. Biaya produksinya murah, kata Tony.

Shale oil ini diproduksi dari sedimentasi organik di bebatuan yang kaya kandungan kerogen. Shale oil ini bisa menghasilkan minyak mentah, minyak tanah, dan solar.

"Itu hanya memanaskan bukit atau gunung batu di 3 negara bagian di Colorado, Utah, dan Wyoming. Batu itu dipanasi 700 F. Batu itu mencair menjadi kerogen," kata Tony.

Dengan ditemukannya shale oil, Amerika Serikat menjadi negara yang mempunyai cadangan minyak terbesar sampai 1 triliun barel. Jauh dibandingkan Arab Saudi yang mempunyai 279 miliar barel dan Indonesia yang hanya mempunyai 3,7 miliar barel.

"Amerika akan menjadi produsen minyak, sekarang sudah menjadi pemilik cadangan minyak terbesar di dunia. Ongkos produksinya 20 dolar perbarel," kata Tony.

Sumber: SUARA.COM
Share To:

https://m-papua.blogspot.com/?m=1

Post A Comment:

0 comments so far,add yours