Ils. Korupsi.

Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menilai bahwa Sepanjang tahun 2014, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Tanah Papua, khususnya di wilayah Propinsi Papua Barat belum maksima. Karena dari sekian banyak kasus yang terungkap, masih sangat terbatas pada jamahan tangan hukum pada pelaku-pelaku kelas menengah saja, belum mencapai para pucuk pimpinan daerah yang terindikasi kuat terlibat.

Hal ini disebabkan karena aparat penegak hukum dari Kejaksaan maupun Kepolisian yang memiliki kewenangan hukum selaku Penyelidik dan Penyidik maupun Penuntutan belum berani melakukan pendalaman atas sejumlah indikasi dan atau bukti-bukti hukum yang menjurus ke para pejabat tinggi di daerah Papua Barat ini, semisal para Bupati, Walikota maupun Gubernur.

Sebenarnya berdasarkan pasal 184 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana dalam praktek penyelidikan dan penyidikan seringkali dikatakan bahwa minimal dengan 2 (dua) alat bukti, maka seseorang atau beberapa orang dapat ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga seharusnya dapat diikuti dengan implementasi amanat pasal 20 ayat (1) dan pasal 21 ayat (1) KUHAP, maka si tersangka dapat langsung dikenakan penahanan, demi kepentingan hukum.

Namun seringkali, penyidik baik dari kejaksaan maupun kepolisian tidak serta merta mau menggunakan kewenangannya sebagaimana digariskan di dalam KUHAP.

Malahan si tersangka di biarkan bebas berkeliaran di tengah-tengah masyarakat, tapi tetap dimintai keterangan lalu dipublikasikan besar-besaran di mass media cetak dan elektronik, tapi si tersangka tetap di biarkan bebas di luar, sedangkan hasil pemeriksaan menjurus pada bukti kuat keterlibatannya dalam sesuatu tindak pidana korupsi yang jelas-jelas telah menimbulkan kerugian negara yang pada akhirnya memiskinkan mayoritas rakyat.

Hanya kasus dugaan korupsi dana hibah di Kabupaten Maybrat yang menyeret mantan Bupati Bernard Sagrim saja, yang bisa dikategorikan sebagai kasus paling besar, yang tersangkanya adalah seorang kepala daerah di Propinsi Papua Barat.

Selebihnya baru sebatas kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) baik di Kabupaten/Kota maupun Propinsi seperti halnya kasus di Dinas Pendidikan Propinsi Papua Barat yang menyeret Drs.Yunus Boari selaku Pimpinan SKPD.

Juga Kasus pembangunan jalan di lokasi transmigrasi SP X dan XI Sidey yang menyeret Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Manokwari Simson Saiba, SH,MH maupun beberapa kasus lain dari Kejaksaan Negeri Fakfak dan Kejaksaan Negeri Sorong. Tapi dalam kasus-kasus tersebut sama sekali belum menyentuh para pimpinan daerah yang terindikasi terlibat pula.

Sepertinya ada keengganan dalam melakukan pemeriksaan terhadap para pimpinan daerah yang diantaranya merupakan pengguna anggaran yang sudah mengeluarkan perintah yang berakibat hukum, timbulnya kerugian negara. Misalnya dalam kasus pembangunan jalan transmigrasi di SP X dan XI Sidey.

Dalam proyek tersebut kelihatannya ada indikasi kuat bahwa kontraktor yang memperoleh pekerjaan tersebut melakukan penyimpangan dengan membuat kontrak lain, di luar kontrak utamanya dengan SKPD yaitu Dinas Tranmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Manokwari, yaitu dengan PT.Putra Bungsu. Akibatnya pekerjaan tidak selesai, tapi PT.Putra Bungsu sudah mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut.

Disini jelas-jelas nampak adanya hubungan dan indikasi keterlibatan Sekretaris Daerah Kabupaten Manokwari Drs.F.M.Lalenoh yang melakukan rapat dan memerintahkan PT.Putra Bungsu mengerjakan proyek yang tidak selesai tersebut.

Akibatnya, ada terjadi pencairan dana kepada perusahaan kontraktor tersebut, sehingga seharusnya Sekda Lalenoh tidak sekedar diajukan sebagai saksi oleh jaksa, tetapi bisa sebagai tersangka juga.

Juga dalam kasus korupsi dana pada Papua Barat TV, LP3BH melihat bahwa indikasi keterlibatan pihak lain, seharusnya menjadi perhatian penyidik Kejaksaan Tinggi Papua dalam memeriksa tersangka yang ada  dan sedang ditahan saat ini, sehingga upaya menguak korupsi dari akar hingga pucuknya menjadi nyata di Papua Barat ini.

Demikian juga dalam kasus penyelewengan dana pemerintah daerarh Propinsi Papua Barat sebesar Rp. 78 Milyar yang telah mengakibatkan mantan Sekda Papua Barat Ir.Marthen Luther Rumadas, dan Direktur PT.Putra Papua Perkasa Richo Sia dari Sorong serta mantan Kepala Cabang Bank Negara Indonesia (BNI) Manokwari ditetapkan sebagai tersangka dan Rumadas serta Richo Sia saat ini sedang ditahan di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Abepura - Jayapura.

Kami melihat bahwa indikasi keterlibatan pimpinan daerah seperti Gubernur setidaknya harus ditelusuri oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Papua, karena belajar dari kasus pemberian dana kepada mantan anggota DPR RI Inya Bay yang menyeret Marthen Erari dan mantan Sekda Papua Barat George.C.Auparay, SH, MM, MH jelas-jelas menunjukkan adanya "perintah" atasannya tersebut, sehingga proses pencairan dana dapat dilakukan.

Saat ini kita menantikan apakah mantan Sekda Papua Barat Auparay mau terbuka menerangkan bahwa dia memerintahkan mantan Kepala Biro Keuangan almarhum Eddy Sirait dan stafnya Erari mencairkan dana Rp. 5 Milyar dan diserahkan kepada Inya Bay terjadi dengan sepengetahuan dan sepersetujuan Gubernur Atururi ataukah tidak?

Demikian halnya juga dalam kasus dana Rp78 Milyar, apakah Rumadas bekerja atas inisiatifnya sendiri selaku Pengguna Anggaran, ataukah sudah dilaporkannya kepada Gubernur ? Lalu bagaimana reaksi Gubernur, apakah setuju ? ataukah Gubernur menolak dan atau melarang Rumadas melakukan hal tersebut ?

Dengan begitu maka proses pencairan dan atau pemindahbukuan dana Rp78 Milyar tersebut dari rekening Kas Daerah ke rekening perusahaan dimans Richo Sia sebagai Komisarisnya seharusnya menjadi titik perhatian dalam penyidikan lanjutan kasus ini, guna mengungkapkan aliran dana tersebut, setelah itu kemana saja dialirkan dari rekening perusahaan tersebut.

Hal yangs ama juga terjadi pada kasus korupsi dana pelantikan Walikota Sorong, yang belum menyentuh Pimpinan Daerah setempat saat itu, karena bukan tidak mungkin ada perintah dan atau persetujuan atasan dalam proses pencairan dana yang berindikasi korupsi tersebut. Keterlibatan para mantan anggota DPRD Kota Sorong seharusnya menjadi titik perhatian utama penyidik dari Kejaksaan Negeri Sorong saat ini.

Hal ini jika tidak ingin dilangkahi dengan terlibatnya Lembaga Anti Korupsi seperti Komis Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyelidiki lebih jauh keterlibatan para pejabat pimpinan daerah dalam kasus-kasus semacam itu di masa depan.

Terakhir sehubungan dengan kunjungan Presiden Republik Indonesia Ir.H.Joko Widodo ke Tanah Papua di Jayapura dan Sorong, dimana Jokowi memberikan respon dan bantuan dana dalam jumlah besar bagi pembangunan pasar mama-mama Papua di Jayapura maupun di Sorong yaitu di Rufei.

Dukungan dana dari Presiden Jokowi sejumlah Rp.50 Milyar kepada Pemerintah Daerah Kota Sorong maupun juga bagi Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura serta daerah lainnya, seharusnya sejak sekarang ini menjadi titik perhatian aparat penyelidik dari Kejaksaan dan Kepolisian di daerah ini. Termasuk masyarakat Papua, khususnya mama-mama Papua untuk ikut terlibat aktif dalam memantau secara baik dan cermat setiap proses penganggaran dana bagi proyek tersebut berdasarkan amanat pasal 41 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Satu catatan LP3BH, bahwa dalam semua kasus tindak pidana korupsi yang sampai ke pemeriksaan peradilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Manokwari rata-rata tidak memenuhi standar prosedural pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah.

Hampir semua proses pencairan dana bagi proyek-proyek tersebut terjadi menjelang saat-saat penutupan tahun anggaran, sehingga menjadi alasan gampang bagi para penyedia barang/jasa maupun penerima barang/jasa tersebut untuk berkongkalingkong dengan alasan waktu sangat terbatas, sehingga sulit dilakukan pelelangan sebagaimana diamanatkan oleh aturan perundangan yang berlaku.

Akibatnya, seringkali para penyedia barang/jasa yang adalah pengusaha tidak memenuhi kewajibannya sesuai kontrak yang dibuat dengan para Kepala SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sehingga berakibat timbulnya kerugian negara dan berujung pada dugaan terjadinya tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 dari Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaina diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan terhadap Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Juga sangat menyedihkan, karena staf-staf SKPD yang diajukan sebagai Pejabat dalam pelaksanaan proyek-proyek tersebut bukan merupakan pejabat pengadaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 yang seharusnya memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa.

Sehingga mereka sama sekali tidak mengetahui tanggung-jawabnya yang sangat berat dan prinsip dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah sebagai bagian dari proses pelaksanaan pembangunan di daerah yang bertujuan mensejahterahkan masyarakat di Tanah Papua.

Sejumlah kasus lain yang berindikasi kuat melibatkan banyak petinggi di daerah ini adalah kasus indikasi korupsi pada proyek hinian tetap (huntap) di Kabupaten Teluk Wondama yang hingga saat ini seperti menguap di ruang kerja Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Manokwari. Juga kasus pembangunan Kantor KONI Propinsi Papua Barat di Susweni maupun pengelolaan anggaran PON Riau serta terakhir kasus pembangunan lintasan atletik di Stadion Sanggeng-Manokwari, serta kasus indikasi korupsi di PT.Pelindo Manokwari maupun dugaan korupsi di Kantor Pertanahan Kabupaten Manokwari  beberapa tahun lalu yang seharusnya menjadi perhatian Kepala Kejaksaan Negeri Manokwari di Tahun 2015 mendatang.


Yan Christian Warinussy Adalah Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari/Advokat dan Konsultan Hukum tinggal di Manokwari-Papua Barat/Legal Advisor dari Bupati Manokwari .

Share To:

https://m-papua.blogspot.com/?m=1

Post A Comment:

0 comments so far,add yours