![]() |
Ray Rangkuti--MI/Adam Dwi |
Jakarta, Megaphone PAPUA - Rencana DPR membangun tujuh
proyek di Kompleks Parlemen dikritik aktivis 98, Ray Rangkuti.
Menurutnya, salah satu proyek, yaitu alun-alun demokrasi untuk
masyarakat menyalurkan aspirasi kepada pimpinan DPR maupun anggota Dewan
bakal menghilangkan esensi demonstrasi.
"Ini kan keliru, tidak pernah kita bayangkan demo itu ada tempatnya, demonstrasi jadi kehilangan esensinya," kata Ray saat diskusi 'Menolak Gedung Baru DPR' di kantor Fitra, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (21/8/2015).
Ray yang juga Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) menjelaskan, usulan membangun alun-alun demokrasi yang dikomandoi Fahri Hamzah dinilai salah kaprah. Sebab, jika sudah ada tempatnya bukan lagi demonstrasi, melainkan hanya guyonan.
"Jika ada tempatnya jadi lucu-lucuan. Demo itu kan aksi tiba-tiba, kemudian dikawal polisi, yang diatur oleh undang-undang. Lantas apakah dengan dibuatkan tempat akan didengar oleh mereka (DPR)," tegasnya.
Selain itu, dia menambahkan, keinginan DPR membangun tujuh megaproyek hanya untuk memenuhi syahwat anggota Dewan untuk menutupi kekurangan kinerja DPR selama satu tahun belakangan. "Jadi hanya lebih kepada syahwat, yaitu ingin kelihatan megah, sehingga menutupi kinerja yang lemah," tegas Ray.
Sebelumnya Kepala Biro Humas dan Pemberitaan DPR Djaka Dwi Wiratno mengatakan, perencanaan anggaran pembangunan megaproyek di Kompleks Parlemen mencapai Rp1,6 triliun. Anggaran sebanyak itu akan dibahas DPR bersama Pemerintah dalam rancangan APBN 2016.
Adapun tujuh proyek tersebut, yakni Alun-alun Demokrasi, Museum dan Perpustakaan, Jalan Akses, Visitor Center, Pusat Kajian, Pembangunan Ruang Anggota DPR dan Integrasi Tempat Tinggal Anggota DPR.
YDH
"Ini kan keliru, tidak pernah kita bayangkan demo itu ada tempatnya, demonstrasi jadi kehilangan esensinya," kata Ray saat diskusi 'Menolak Gedung Baru DPR' di kantor Fitra, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (21/8/2015).
Ray yang juga Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) menjelaskan, usulan membangun alun-alun demokrasi yang dikomandoi Fahri Hamzah dinilai salah kaprah. Sebab, jika sudah ada tempatnya bukan lagi demonstrasi, melainkan hanya guyonan.
"Jika ada tempatnya jadi lucu-lucuan. Demo itu kan aksi tiba-tiba, kemudian dikawal polisi, yang diatur oleh undang-undang. Lantas apakah dengan dibuatkan tempat akan didengar oleh mereka (DPR)," tegasnya.
Selain itu, dia menambahkan, keinginan DPR membangun tujuh megaproyek hanya untuk memenuhi syahwat anggota Dewan untuk menutupi kekurangan kinerja DPR selama satu tahun belakangan. "Jadi hanya lebih kepada syahwat, yaitu ingin kelihatan megah, sehingga menutupi kinerja yang lemah," tegas Ray.
Sebelumnya Kepala Biro Humas dan Pemberitaan DPR Djaka Dwi Wiratno mengatakan, perencanaan anggaran pembangunan megaproyek di Kompleks Parlemen mencapai Rp1,6 triliun. Anggaran sebanyak itu akan dibahas DPR bersama Pemerintah dalam rancangan APBN 2016.
Adapun tujuh proyek tersebut, yakni Alun-alun Demokrasi, Museum dan Perpustakaan, Jalan Akses, Visitor Center, Pusat Kajian, Pembangunan Ruang Anggota DPR dan Integrasi Tempat Tinggal Anggota DPR.
YDH
Sumber: METROtv NEWS

Post A Comment:
0 comments so far,add yours