Ado Deto

Matahari pagi ini tak cerah, diselimuti kabut yang tebal. Duduk dalam gubuk itu, tidak jauh dari tungku api. Kepulan asap sama dengan kabut tebal diluar sana. Datanglah seorang lelaki tua, yang sudah berambut putih. 

Sekitar satu jam kemduian Ia memulai pembicaraan, anak katanya “Hidupku telah ku serahkan untuk perjuangan Papua Merdeka, Saya hanya menanti kemerdekaan Papua Barat sambil berjuang. Jika waktunya pasti Bintang Kejora berkibar”. Sambil menatap tajam padaku.

Ku tidak hiraukan kata-katanya. Hanya duduk dan memperbaiki api di tungku api karena dingin. 

Selan beberapa menit kemudian, Ia mulai menarik nafas panjang, sambil mengeluarkan rokok Koboye dari nokennya. Apa yang dikatakan itu benar, ini soal kebenaran. Soal kebenaran, ia berulang kali mengucapkan kata itu.

Sebelum bendera Bintang Kejora berkibar ku di panggil Allah, ku pasrahkan saja. Tetapi jika bendera bintang kejora sudah berkibar hanya ada senyuman ceria, karena telah mencapai apa yang ku inginkan selama hidup ini. Ia berkata sambil memasang korek pada rokok koboye yang ia gengamnya.

Batinku terobati, yang selama ini tergores. Ku ingin mati tersenyum. Itu harapan yang ku pendam selama ini dalam perjuangan. 

Kami harus menjadi bangsa yang beradap di muka bumi ini, seperti bangsa lain. Kami juga bangsa yang besar, tiada sejarah yang mencatat dalam satu pulau memiliki 250 suku kecuali Papua. Itu saya bangga. 

Ia terdiam sejanak, sambil menatap keluar dan berkata, adoo...coba kabut diluar ini, cerahkah ku ingin pulang ke markas (kediamanku). 

Ia mulai menatapku lagi, yang kedua kal, Ku katakan itu, karena telah sumpah, mati dan hidup demi tanah ini. Tanah ini mama kami. 

Kami tetap konsisten dalam perjuangan ini hingga akhir merdeka. Mati dan hidup diatur oleh Tuhan bukan manusia. Kadang manusia melebihi kuasa Tuhan untuk membunuh.

Kabut tetap tertutup, belum juga cerah, gunung-gunung yang tinggi tetap saja diselimuti kabut, ia terus melanjutkan ceritanya. Ku hidup dan besar dalam perjuangan ini hingga tua. Sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya telah bergabung dalam perjuangan Papua merdeka dengan rombongan Tadeus Yogi wilayah IV Paniai. Hingga sekarang sudah rambut putih ini. Sambil membuka topi dan menunjukan rambut putihnya.

Kami angkatan tua tetap konsisten untuk perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Ingat! Kami tidak bisa jilat kembali ludah yang pernah kami buang. Jika kami menjilat kembali ludah yang kami buang, berarti kami telah melakukan kesalahan besar atas tanah dan manusia Papua. Kami ingkari sumpah kami. Kami berdosa dihadapan Tuhan Allah Bangsa Papua.

Air matanya mulai menetes dipipi keriputnya yang dimakan usia. ia merasa bahwa sudah tua. 

Saya punya nasehat dirumah hanya bicara soal tanah. Tanah ini mama. Saya tida bisa menyangkal saya punya mama.

Saya tolak uang setelah kita kibarkan bendera bintang Kejora. Saya tolak semua kebijakan Indonesia. Karena harus bendera berkibar di bumi cenderaasih ini.

Saya sudah jalan lama dalam perjuangan Papua merdeka. Kehidupan telah ku serahkan untuk merdeka. Hidup dan mati demi tanah Papua.
__________________________________________________
Sumber: DINDING ADO DETO
Share To:

https://m-papua.blogspot.com/?m=1

Post A Comment:

0 comments so far,add yours