Kopian Surat Filep. Karma (jubi/Mawel) |
Jayapura, Jubi – Tahanan Politik Papua Merdeka,
Filep Karma menolak remisi dan grasi atau amnesti yang diberikan
presiden Republik Indonesia. Karma menyampaikan penolakan itu secara
lisan dan tertulis.
Dari data yang dihimpun media ini, surat penolakan Karma yang
dialamatkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) RI di
Jakarta, yang dikeluarkan 13 Agustus 2015, ia menolak remisi yang
diberikan kepadanya sejak 1 Desember 2004 hingga 30 November 2019 oleh
menteri Hukum dan HAM RI.
“Saya menyatakan menolak remisi yang diberikan, pemberian grasi atau
amnesti oleh presiden Republik Indonesia,” tegas Filep Karma dalam
pernyataannya.
Ia menyebutkan delapan alasan penolakan tersebut. “Saya adalah
tahanan politik karena berideologi Papua Barat Merdeka dan bukan pelaku
tindak kriminal,” katanya.
Kedua, “aksi saya pada 1 Desember 2004 sesuai dengan UU No 9 tahun 1998, Pembukaan UUD 1945 alinea pertama pasal 28 UUD 1945.”
Ketiga, UU No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, di dalamnya ada
klausul khusus yang mengatur remisi yang sesuai bagi pelaku tindak
kriminal dan tidak tepat untuk pelaku politik.
Keempat, “saya sebelum di penjara sudah berkelakuan baik.”
“Saya ditawan dan didakwa serta dituntut dengan pasal karet dalam
KUHP yaitu pasal 104 s/d pasal110,” katanya menyebutkan alasan kelima.
Keenam, ia sebagai pelaku politik tidak mau didegradasi sebagai
pelaku tindak kriminal lewat pemberian remisi, grasi dan amnesti.
Ketujuh, merujuk kepada vonis/keputusan UN Working Group On Arbitrary Detention tanggal 2 September 2011, yang disiarkan pada 16 November 2011.
“Kedelapan, tawaran remisi, pembebasan bersyarat, grasi dan amnesti
yang selama ini ditawarkan oleh negara Indonesia tidak menunjukkan
“itikad baik” dalam menyelesaikan persoalan politik di Papua, tetapi
semangatnya hanya untuk menghindari tekanan politik internasional
terhadap persoalan Papua dan untuk pencitraan pemerintah Indonesia di
mata masyarakat internasional,” katanya menegaskan.
Atas dasar delapan alasan tersebut, Karma mendesak pemerintah
Indonesia untuk menyadari kesalahannya, sebab proses hukum terhadap
dirinya dinilainya sebagai kesalahan.
Oleh karena itu, Filep Karma meminta agar dirinya dibebaskan tanpa
syarat disertai pemulihan nama baik, termasuk tahanan politik (OPM)
lainnya dan RSM yang berada di rumah tahanan (Rutan) dan lembaga
pemasyarakatan (lapas) di Indonesia. Selain itu, diharapkan agar
menghapus nama-nama yang masuk dalam daftar pencarian orang.
“Saya menanti jawaban menteri hukum dan HAM atas surat saya. Saya tidak mau bebas dengan sukarela,” katanya kepada tabloidjubi.com di Lapas Abepura, Kota Jayapura, Senin lalu.
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan penolakan itu bagian dari hak
Filep Karma. Karma mempunyai hak menyatakan tolak dan menerima grasi.
“Hak dia sebagai warga negara. Dia punya hak untuk menyatakan
itu,”ungkap Enembe setelah memimpin upacara pemberian remisi di LP
Abepura, Senin. (Mawel Benny)
Post A Comment:
0 comments so far,add yours